Ulasan Diskusi II Komuniti Ta'dib(Prof Wan Daud dan Dr Khalif Muammar :“Powerful Ideas—Salah Satu Sumbangan Naquib al-Attas”)
“Buku Islam and Secularism” karya Naquib al Attas ini disebut sebagai karya agung. Jennifer M Webb dalam The Cranlana Programme (Australia) yang mencatat 45 Ilmuwan Sepanjang Sejarah, memasukkan nama al-Attas sebagai satu-satunya ilmuwan muslim yang masuk dalam daftar buku suntingannya”ungkap Dr. Khalif Muammar dalam pertemuan Komunitas Ta’dib II, 11 Juli 2009, di rumahnya Bandar Baru Bangi, Malaysia.
Menurut Khalif, tidak banyak ulama yang membincang kecacatan Barat saat ini secara mendasar. “Kekacauan yang sangat besar pada abad ini, adalah datang dari kebudayaan dan tamadun Barat, yaitu kekacauan pemikiran. Al Attas menyatakan : “Many challenges have arisen in the midst of man’s confusion throughout the ages, but none perhaps more serious and destructive to man than today’s challenge posed by Western civilization,” ungkap peneliti pada Institut Alam dan Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia ini.
Dalam pertemuan yang dihadiri mahasiswa-mahasiswa paska sarjana UKM dari Indonesia, Malaysia dan Singapura itu, dibagikan salinan karya Al Attas yang dikutip ‘Cranlana’, yaitu “The Dewesternization of Knowledge”.
Dr. Khalif juga mengungkap bahwa menurut Barat ilmu itu menimbulkan ‘confusion’ dan ‘scepticism’. Dalam Islam ilmu justru menimbulkan keyakinan. Kalau belum dalam taraf keyakinan atau kepastian tidak dapat disebut ilmu. Ilmu itu juga sarat nilai bukan bebas nilai. Edward Said misalnya dalam bukunya Orientalism, mengritik Barat yang bias dalam melakukan kajian. Pemikiran Barat juga telah mewarnai dalam ilmu politik. Seperti diagungkannya pemikiran Machiavelli, John Locke dan lainnya.
“Semangat rasional dan saintifik itu, sumbangan Islam ke Barat,” terang Khalif. Pada abad ke 17 di Aceh, ulama ar-Raniri dalam kitabnya ‘Durarul Faraid’ telah menjelaskan alam metafisik secara rasional dan saintifik. Keberadaan Tuhan, dia contohkan dengan pembuatan mahligai. Mahligai, yang cantik begitu indah, maka orang budiman yang melihatnya akan menyatakan “yang membuat mahligai itu hebat sekali”. Ar-Raniri juga menerangkan bagaimana Nabi Ibrahim menemukan Tuhan. Tapi kini malang sekali, pemikiran yang saintifik ini banyak menghilang.. Menurut ulama an-Nasafi dalam kitab Aqa’idnya, ilmu itu bisa didapat lewat tiga jalur. Pertama, pancaindera. Kedua, khabar benar termasuk wahyu dan ketiga, akal. Barat hanya mengambil ilmu lewat pancaindera, akal, dan khabar yang non-wahyu.
Dualisme juga merupakan ciri peradaban Barat. Di Barat, wahyu dan akal terpisah. Tidak dapat disatukan. “Ada dikotomi. Peradaban Barat berpindah dari ekstrim yang satu ke ekstrim yang lain. Di Yunani pernah nggak mau dunia, akhirnya timbul aliran yang materialistik, sangat cinta dunia berlebihan,”ungkapnya.
Imam Ghazali, ar-Raniri juga seorang rasionalis tapi tidak menolak wahyu. Golongan rasionalis dalam Islam bukan saja Muktazilah. Di Barat seorang rasionalis akan menolak wahyu.,”ungkap pensyarah di ATMA-UKM ini.
Dalam forum yang sama, Prof Wan Mohd Nor Wan Daud, menjelaskan bahwa memang perlu penjelasan yang panjang buku Prof Naquib al Attas ini. Waktu di ISTAC dulu, bab pertama “The Meaning of Religion” dari buku Islam and Secularism itu, diurai oleh Prof al Attas selama satu semester, sekitar 12 kali pertemuan. “Dan setiap malam minggu (kuliah Saturday Night Lecture) diulang dan diurai lagi selama beberapa tahun. Itupun masih ada tokoh-tokoh Islam yang keliru memahami apa itu Islamisasi,”terangnya.
Menurut Prof Wan Daud, buku “Islam and Secularism” saat itu tidak diterbitkan Al Attas dalam bahasa Melayu, karena masyarakat Melayu saat itu tidak bersedia (kurang minat) membaca buku seperti itu. Buku itu, sudah diterjemahkan dalam 8 bahasa. Bahasa Arab, Turki, Bosnia, Parsi, Indonesia dan lain-lain.
Prof Wan juga mengritik The Cranlana Programme (judul bukunya “Powerful Ideas, Perspectives on The Good Society”) yang digunakan untuk melatih golongan pemimpin Australia tidak memasukkan tokoh dan ilmuwan Islam lain, selain al Attas, misalnya Rasulullah, Imam Ghazali dan lain-lain.
Hamzah Yusuf, seorang cendekiawan Islam Amerika, menyatakan bahwa buku Prof. al-Attas itu adalah salah satu buku terbaik yang dikarang umat Islam dari zaman dulu. Beberapa tokoh juga mengatakan demikian. Orang-orang pintar di Amerika menyatakan bahwa meskipun buku itu ringkas, tapi ia berhasil menceritakan apakah problem utama umat Islam sekarang ini, sebab-sebab timbulnya dan jalan paling strategis menyelesaikannya, yaitu reformasi keilmuan bermula di pendidikan tinggi. Memang ada problem kemiskinan, kebodohan politik dan lain-lainnya. Tapi menurut al Attas, problem dari semua ini, adalah berpangkal kehilangan makna dan tujuan ilmu. Kedua adalah hilangnya adab. Bila adab itu hilang, maka akan lahir kepemimpinan palsu dalam semua bidang, bidang perobatan, ekonomi, politik dan sebagainya. Begitu juga dalam ilmu. Karena itu harus jelas siapa yang akan kita jadikan guru. Guru yang akan memberikan ilmu itu.
Buku itu, jelasnya, merupakan saringan dari satu buku yang ditulis Prof Al Attas sebelumnya, yaitu Risalah Kaum Muslimin. “Beliau berpikir bahwa masyarakat Melayu saat itu tidak bersedia (kurang minat) untuk membacanya, maka beliau tulis dalam bahasa Inggris,”tegasnya secara serius.
Buku “Islam and Secularism” itu menunjukkan bagaimana problem umat Islam itu berlaku. Jadi bukan hanya memaparkan problem. Problem itu bukan hanya sebagai akibat politik, tapi sebagai proses falsafah yang datang dari Barat. Karena itu.kita perlu menafikan Barat dalam ilmu.. Karena saat ini tamadun Barat yang berkuasa, maka kita harus mengenal pasti Barat itu. Prof Al Attas kemudian menguraikan sekulerisasi yang dipegang Barat.
Pengkajian yang dilakukan al-Attas ini, menurut Prof .Wan Daud, dilakukan setelah beliau mengkaji pemikiran falsafah banyak tokoh-tokoh Barat. Juga setelah beliau kaji syair-syairnya, drama-dramanya dan kisah-kisahnya.
Dalam sekulerisasi ini Barat ingin mengenyahkan semua ‘makhluk halus’ Mereka ingin mengenyahkan alam-alam takhayul, pepohonan-pepohonan yang disembah, syetan-syetan, jin, malaikat bahkan Tuhan sekalipun. “Semangat untuk menghapuskan takhayul atau ruhaniyah palsu itu betul. Tapi mereka telah melampaui batas,”ungkapnya.
Yang kedua, sekulerisasi ini menghapuskan unsur sakral dalam politik. Unsur politik sebagai amanat Tuhan, membahagiakan masyarakat dunia akherat dihilangkan. Politik adalah semata-mata untuk pembangunan ekonomi semata.
Akibat dari sekulerisasi ini, semua nilai dinisbahkan tidak ada yang mutlak. Semua nilai berubah, tidak ada yang mutlak. Mengikut pada lingkungan masing-masing. Itu yang dipahami Barat. Selain sekulerisasi, Barat juga menganut paham humanisme. Menganggap manusia adalah segala-galanya. Manusia pengokoh segala-galanya.
Akibat dari sekulerisasi juga menimbulkan adanya semangat dualisme. Semangat dualisme ini terdapat dalam semua kajian Barat. Baik dalam sains, teknologi, ekonomi, hubungan suami-istri siapa yg dominan, kaidah deduktif-induktif, dunia-akherat. Dalam Islam, dunia dan akherat adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Akibat lain, adalah Barat menjadi menganut prinsip humanisme, manusia segala-galanya, manusia pengokoh segala-galanya.
Di samping itu, Barat juga terlibat dengan tragedi. Tragedi ini nampak dalam semangat Barat, baik dalam drama, teater, ilmu dan dalam masyarakatnya. Seperti Michael Jackson, ia seorang seorang manusia yg kaya raya, tapi tidak bisa belanja sendiri. Ketika meninggal dipuja habis-habisan. Dalam Barat, tuhan dimanusiakan dan manusia dituhankan.
Semangat Barat telah menyerap masuk di dunia kita dewasa ini. Bahkan pada umat Islam sendiri, yang mempelajari kaidah-kaidah agama Islam. Ada pelajar yang mengkaji hadits mengikuti teori Goldziher, mengikuti teori hermeneutic dalam kajian al-Qur’an dan lain-lain. Mereka mengkaji seuatu yang menimbulkan kesangsian/keraguan yang tidak berkesudahan. Mereka tidak punya aqidah dan syariah yang stabil. Tentang syak (keraguan) itu ada sebelum mencapai taraf ilmu. Syak itu keadaan diri sebelum mencapai ilmu. “Prof. Al Attas menceritakan kisah dalam al Qur’an tentang wanita yang mengurai tenunannya sendiri,“ungkap Prof. Wan.
Terakhir dalam pertemuan itu, Prof Wan Daud menasehatkan agar bersikap ikhlash dalam mengkaji ilmu agama. Pada tahun pertama bergabung dengan Prof Naquib al Attas, 1988, Prof Wan mengisahkan bahwa ia dinasihati bahwa ilmu agama Allah ini akan diberikan kepada mereka yang layak menerimanya. “Ikhlash sangat penting. Kalau orang tak ikhlash maka yang dia kaji hanya dapat maklumat belaka. Dia tidak akan menjelaskan yang kabur, malah dia akan mengaburkan yang sudah jelas. Tapi kalau ikhlash, kajian yang sedikit itu, akan banyak membantu orang. Bergerak dari point a ke point B. Ada barakah dalam mencapai ilmu pengetahuan. Kita hanya mencoba bergerak dari a ke b, yang lain dari b ke c. Kita merupakan mata rantai yang meneruskan (ulama-ulama) sebelumnya,”terangnya.
Prof Wan juga menekankan pentingnya tinjauan kebahasaaan, khususnya semantik. Semasa ia S3 di Amerika, membaca karya al Attas tentang Konsep Pendidikan dalam Islam, ia bertanya-tanya kenapa al Attas menekankan pentingnya dimensi semantik. “Dia satu-satunya ilmuwan modern yang menekankan begitu penting bahasa. Saya memulai memahaminya ketika saya pulang di Malaysia, dan membuat buku tentang beliau itu walaupun (ketika itu) saya takut menanyanya,”ungkapnya sambil tertawa kecil. Kemudian ia mulai berpikir dan membandingkan dengan pemikiran tokoh-tokoh lain, dan akhirnya memahami bahwa bahasa adalah inti segala-galanya. Bahasa bukan segala-galanya. “Sebab untuk mengubah fiil (tingkah laku) manusia, individu kemudian masyarakatnya, maka harus diubah akalnya. Bagaimana mengubah akalnya?Dengan ilmu. Akal tak diubah dengan yang lain. Bagaimana ilmu disampaikan? Dengan bahasa. Bahasa ditulis atau dalam bentuk gambar. Maka para anbiya’ diberikan wahyu dengan bahasa. Dengan bahasa minda (pikiran) akan berubah dan perangai akan berubah,”jelas Prof Wan Daud, peneliti utama di ATMA-UKM, Bangi Malaysia.* (nh/www.hidayatullah.com)
No comments:
Post a Comment